Berikan penilaian anda mengenai dekrit presiden yang dikeluarkan oleh presiden abdurahman wahid mengenai pembekuan mpr dan dpr ri
Pertanyaan
1 Jawaban
-
1. Jawaban diahviolin
Kelas: IX
Mata Pelajaran: Sejarah
Materi: Masa Reformasi
Kata Kunci: Pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid
Jawaban pendek:
Dekrit presiden yang dikeluarkan oleh Presiden Abdurahman Wahid mengenai pembekuan MPR dan DPR RI menurut saya tidak sah atau tidak konstitusional karena bertentangan dengan UUD 1945.
Jawaban panjang:
Presiden Abdurrahman Wahid, yang biasa dikenal dengan sebutan Gus Dur, dipilih sebagai Presiden Republik Indonesia yang ke-4 dalam Sidang Umum MPR tanggal 20 Oktober 1999. Dalam pemerintahanya Presiden Gus Dur menghadapi ebrbagai krisis seperti dampak dari krisis moneter yang masih terasa, kondisi pascalepasnya Timor Timus dan berbagai konfik keagamamaan seperti di Maluku.
Namun, sosok Gus Dur dianggap kontroversial, karena pertentangan antara DPR dengan Presiden. Pertentangan ini disebabkan berbagai hal, antara lain dugaan penyimpangan dana Bulog dan sumbangan dari Sultan Brunei, Hasanal Bolkiah, dalam kasus-kasus yang disebut dengan Buloggate dan Bruneigate.
Akibat pertentangan ini DPR mengeluarkan memorandum I kepada Presiden pada 1 Februari 2001 yang disusul dengan Memorandum II pada tanggal 30 April 2001.
Sebagai reaksi dari memorandum-memorandum ini Gus Dur mengeluarkan dekrit presiden pada tanggal 23 Juli 2001, yang berisi:
1. Membekukan MPR dan DPR
2. Mengembalikan kedaulatan ke rakyat dan merencanakan mnyelenggarakan pemilihan umum dalam waktu 1 tahun.
3. Membekukan partai Golongan Karya (Golkar).
Dekrit presiden ini dianggap ilegal dan ditolak oleh DPR dan MPR, yang menyelenggarakan Sidang Istemewa, yang memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri yang sebelumnya menjadi Wakil Presiden.
Secara konstitusional, dekrit presiden ini memang bertentangan dengan Undang-Undang dasar 1945. Dalam pasal 22B dinyatakan bahwa annggota DPR hanya dapat diberhentikan berdasarkan peraturan undang-undang. Sehingga presiden tidak memiliki hak membekukan ataupun membubarkan DPR.
Prinsip bahwa presiden tidak dapat melakukan intervensi terhadap DPR ini diperkuat setelah disahkannya Perubahan III terhadap UUD 1945, pada 9 November 2001. Perubahan III ini memasukkan pasal 7C yang berbunyi:
“Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat”